Sastra hanyacoretankami.blogspot.com - Angkatan Pujangga Baru disebut juga angkatan ’33 atau ’30-an. Angkatan ini menginginkan perubahan dari budaya statis menuju budaya yang dinamis. Angkatan sebelum Pujangga Baru lebih menonjolkan sisi didaktisnya daripada ide-ide seni murninya. Sedangkan angkatan Pujangga Baru dalam karya sastra khususnya puisi cenderung bersifat estetis, individualis, dan murni ditujukan untuk seni itu sendiri. Ini berkaitan dengan aliran sastra yang tampak pada puisi-puisi Pujangga Baru yaitu aliran romantik.
Dasar pemikiran aliran ini (Waluyo,1987: 32) adalah ingin menggambarkan kenyataan hidup dengan penuh keindahan tanpa cela. Jika yang dilukiskan itu adalah kebahagiaan, maka kebahagiaan itu sempurna tanpa tara. Sebaliknya jika yang dilukiskan kesedihan, maka pengarang ingin agar air mata terkuras. Oleh karena itu, antara aliran romantis sering dikaitkan dengan sifat sentimental atau cengeng.
Dalam aliran ini perasaan lebih ditonjolkan, sedang rasio dinomorduakan. Oleh karena itu, pendekatan yang sesuai untuk mengapresiasi puisi-puisi angkatan Pujangga Baru adalah pendekatan analitik dan pendekatan ekspresif. Dengan pendekatan analitik kita dapat memahami gagasan, figurasi, mekanisme unsur-unsur puitik dan kontribusinya dalam membina keutuhan karya sajak. Sedangkan dengan pendekatan ekspresif, kita dapat mengetahui pemikiran, pandangan perasaan, dan proses kejiwaan pengarang.
Pujangga Baru merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pengarang yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, agama, kepercayaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mempunyai cita-cita yang sama, yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia. Dalam memajukan kebudayaan, khususnya sastra Indonesia para pengarang menerima pengaruh secara eksternal seperti terlihat dari karya-karya Sutan Takdir Alisyahbana, J.E. Ta Tengkeng ataupun Arjmin Pane. Disamping itu pengaruh internal juga cukup kuat, seperti terlihat dalam karyanya Amir Hamzah dan sejumlah pengarang yang lainnya. Sebagai akibat dari pengaruh dari luar dan dalam ini, maka terjadi akulturasi budaya, yaitu pergeseran budaya di bidang sastra. Para pengarang dan penyair yang sebelumnya banyak berfikir soal kedaerahan, sejak jaman Pujangga Baru mulai mengarah pada hal-hal yang bersifat nasional dan universal.
Melihat latar belakang sejarah pada masa Angkatan Pujangga Baru, tampak Angkatan Pujangga Baru ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Pujangga Baru pada mulanya hanyalah nama sebuah majalah bahasa dan sastra yang mulai diterbitkan pada bulan Juli 1933. Nama majalah inilah yang kemudian dipakai untuk menamai segolongan pujangga muda pengambil inisiatif penerbitan majalah itu. Majalah tersebut menjadi media pertemuan para penulis muda. Dalam dada para penulis muda hanya ada satu tekad dan modal, yaitu hasrat yang menyala-nyala (antusiasme).
Pada tahun itu pula diedarkannya prospectus atau edaran tentang pendapat dan pendirian kesusastraan. Maka terbentuklah perkumpulan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Baru.
Pujangga Baru merupakan perjuangan untuk memajukan kesusastraan baru Indonesia sebagai Kader Kebudayaan Bangsa Indonesia, yang sesuai dengan jiwa baru bangsa Indonesia.
Dengan lahirnya Pujangga Baru dimulailah kesusastraan Indonesia yang sebenarnya, dan kesusastraan Melayu di bumi Indonesia pun berakhirlah. Pujangga-pujangganya terdiri atas berbagai suku bangsa yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa perjuangan, bahasa untuk melahirkan perasaan dan pikiran, menuju cita-cita yang luhur yaitu kemerdekaan dan kemajuan bangsa.
Semangat yang mendorong lahirnya Pujangga Baru ialah: Perasaan ingin bebas merdeka, tidak terkungkung dalam melahirkan perasaan, kehendak, dan pendapat menurut gerak sukma dan jiwa masing-masing.
Dalam hal ini Dr. Sutomo dan Sanusi Pane menolak konsepsi kebudayaan yang disampaikan Sutan Takdir Alisyahbana. Di bidang kesusastraan Syahrir menyatakan sastra Indonesia harus diberikan penilaian kepadanya. Kritik dan esai-esai kebudayaan yang di muat dalam majalah Pujangga Baru dikumpulkan oleh Achdiat Kartamiharja dan diterbitkan pada tahun 1949 dengan judul “ Polemik Kebudayaan “. Sehubungan dengan penerbitan sastra dalam majalah Pujangga Baru, maka dapat dikemukakan beberapa sumbangan dibidang sastra sebagai berikut:
2) Pujangga Baru merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pengarang yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, agama, kepercayaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mempunyai cita-cita yang sama, yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia. Dalam memajukan kebudayaan, khususnya sastra Indonesia para pengarang menerima pengaruh secara eksternal seperti terlihat dari karya-karya Sutan Takdir Alisyahbana, J.E. Ta Tengkeng ataupun Arjmin Pane.
3) Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri struktur estetik dan ciri ekstra estetik.
4) Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sanusi Pane yang bejudul “Manusia Baru”, pada karya Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul “ Layar Berkembang” dan lain-lainnya merupakan salah satu contoh Karakteristik Periode Angkatan Pujangga Baru.
5) Sumbangan Puisi Periode Pujangga Baru dalam Perkembangan Sastra Indonesia terpenting adalah penyair-penyair Pujangga Baru telah mengadakan pembaharuan di bidang puisi, baik dalam bentuk maupun isinya.
Dekimikianlah artikel terkait Sajarah, Ciri, Karakteristik, dan Sumbangannya pada Perkembangan Sastra Indonesia dalam Sastra Puisi Periode Pujangga Baru, yang dapat disimpulkan hanyacoretankami.blogspot.com!
Dasar pemikiran aliran ini (Waluyo,1987: 32) adalah ingin menggambarkan kenyataan hidup dengan penuh keindahan tanpa cela. Jika yang dilukiskan itu adalah kebahagiaan, maka kebahagiaan itu sempurna tanpa tara. Sebaliknya jika yang dilukiskan kesedihan, maka pengarang ingin agar air mata terkuras. Oleh karena itu, antara aliran romantis sering dikaitkan dengan sifat sentimental atau cengeng.
Dalam aliran ini perasaan lebih ditonjolkan, sedang rasio dinomorduakan. Oleh karena itu, pendekatan yang sesuai untuk mengapresiasi puisi-puisi angkatan Pujangga Baru adalah pendekatan analitik dan pendekatan ekspresif. Dengan pendekatan analitik kita dapat memahami gagasan, figurasi, mekanisme unsur-unsur puitik dan kontribusinya dalam membina keutuhan karya sajak. Sedangkan dengan pendekatan ekspresif, kita dapat mengetahui pemikiran, pandangan perasaan, dan proses kejiwaan pengarang.
Pujangga Baru merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pengarang yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, agama, kepercayaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mempunyai cita-cita yang sama, yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia. Dalam memajukan kebudayaan, khususnya sastra Indonesia para pengarang menerima pengaruh secara eksternal seperti terlihat dari karya-karya Sutan Takdir Alisyahbana, J.E. Ta Tengkeng ataupun Arjmin Pane. Disamping itu pengaruh internal juga cukup kuat, seperti terlihat dalam karyanya Amir Hamzah dan sejumlah pengarang yang lainnya. Sebagai akibat dari pengaruh dari luar dan dalam ini, maka terjadi akulturasi budaya, yaitu pergeseran budaya di bidang sastra. Para pengarang dan penyair yang sebelumnya banyak berfikir soal kedaerahan, sejak jaman Pujangga Baru mulai mengarah pada hal-hal yang bersifat nasional dan universal.
1. Sejarah Munculnya Periode Angkatan Pujangga Baru
Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia. Angkatan Pujangga Baru (1930-1942) dilatarbelakangi kejadian bersejarah “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928. Ikrar Sumpah Pemuda 1928: Pertama Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kedua Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.Melihat latar belakang sejarah pada masa Angkatan Pujangga Baru, tampak Angkatan Pujangga Baru ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Pujangga Baru pada mulanya hanyalah nama sebuah majalah bahasa dan sastra yang mulai diterbitkan pada bulan Juli 1933. Nama majalah inilah yang kemudian dipakai untuk menamai segolongan pujangga muda pengambil inisiatif penerbitan majalah itu. Majalah tersebut menjadi media pertemuan para penulis muda. Dalam dada para penulis muda hanya ada satu tekad dan modal, yaitu hasrat yang menyala-nyala (antusiasme).
Pada tahun itu pula diedarkannya prospectus atau edaran tentang pendapat dan pendirian kesusastraan. Maka terbentuklah perkumpulan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Baru.
Pujangga Baru merupakan perjuangan untuk memajukan kesusastraan baru Indonesia sebagai Kader Kebudayaan Bangsa Indonesia, yang sesuai dengan jiwa baru bangsa Indonesia.
Dengan lahirnya Pujangga Baru dimulailah kesusastraan Indonesia yang sebenarnya, dan kesusastraan Melayu di bumi Indonesia pun berakhirlah. Pujangga-pujangganya terdiri atas berbagai suku bangsa yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa perjuangan, bahasa untuk melahirkan perasaan dan pikiran, menuju cita-cita yang luhur yaitu kemerdekaan dan kemajuan bangsa.
Semangat yang mendorong lahirnya Pujangga Baru ialah: Perasaan ingin bebas merdeka, tidak terkungkung dalam melahirkan perasaan, kehendak, dan pendapat menurut gerak sukma dan jiwa masing-masing.
2. Ciri-ciri
Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri struktur estetik dan ciri ekstra estetik.2.a. Ciri Struktur Estetik
- Puisinya berbentuk puisi baru, bukan pantun dan syair lagi,
- Bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima,
- Persajakan (rima) merupakan salah satu sarana kepuitisan utama,
- Bahasa kiasan utama ialah perbandingan,
- Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah,
- Hubungan antara kalimat jelas dan hampir tidak ada kata-kata yang ambigu,
- Mengekspresikan perasaan, pelukisan alam yang indah, dan tentram.
2.b. Ciri Struktur Estetik
- Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern,
- Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
- Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,
- Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda,
- Aliran yang dianut adalah romantik idealisme,
- Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan, dan
- Ide keagaman menonjol.
3. Karakteristik Periode Angkatan Pujangga Baru
Dilihat kedua ciri struktur estetik dan ekstra estetik maka dapat diuraikan secara umum karaterisrik dari periode Angkatan Pujangga Baru sebagaimana artikel hanyacoretankami.blogspot.com:- Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sanusi Pane yang bejudul “Manusia Baru”, pada karya Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul “ Layar Berkembang” dan lain-lainnya.
- Mengandung nafas kebangsaan atau unsur nasional. Hal ini terlihat dalam karyanya Asmara Hadi yan berjudul “ Dalam Lingkungan Kawat Berduri”, pada karya Selasih yang berjudul “Pengaruh Keadaan”, dan karya A. Hasmy kumpulan sajak berjudul “ Kawat Berduri”.
- Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk dan isi. Adanya kebebasan ini merangsang tumbuhnya keanekaragaman karya sastra, seperti novel, cerpen, puisi, kritik dan esai.
- Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat, seperti kosa kata, kalimat dan ungkapan-ungkapan yang digunakan baru dan hidup.
- Romantik idealisme menjadi cirinya juga. Dalam melukiskan sesuatu dengan bahasa yang indah-indah, tetapi sering terasa berlebihan.
- Pengaruh asing yang cukup kuat adalah negeri Belanda, yang kebetulan pada saat itu berkuasa di Indonesia. Pengarang-pengarang Belanda melakukan perubahan terhadap hasil karya pendahulunya, karena dirasakan sudah membeku.
5. Sumbangan Pujangga Baru dalam Perkembangan Sastra Indonesia
Problema terpenting yang dimuat dalam majalah Pujangga Baru adalah terbitnya kritik dan esai-esai tentang problemik kebudayaan, pendidikan, kesenian dan sastra. Dalam bidang kebudayaan dan pendidikan terjadi perdebatan yang cukup panjang antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Dr. Sutomo. Di bidang kebudayaan dan seni terjadi perdebatan antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Sanusi Pane.Dalam hal ini Dr. Sutomo dan Sanusi Pane menolak konsepsi kebudayaan yang disampaikan Sutan Takdir Alisyahbana. Di bidang kesusastraan Syahrir menyatakan sastra Indonesia harus diberikan penilaian kepadanya. Kritik dan esai-esai kebudayaan yang di muat dalam majalah Pujangga Baru dikumpulkan oleh Achdiat Kartamiharja dan diterbitkan pada tahun 1949 dengan judul “ Polemik Kebudayaan “. Sehubungan dengan penerbitan sastra dalam majalah Pujangga Baru, maka dapat dikemukakan beberapa sumbangan dibidang sastra sebagai berikut:
- Sumbangan terpenting adalah penyair-penyair Pujangga Baru telah mengadakan pembaharuan di bidang puisi, baik dalam bentuk maupun isinya.
- Sumbangan kedua, karangan roman dalam bentuk novel mulai diperkenalkan pengarang, dimana ceritanya sudah mulai dpersoalkan kehidupan modren.
- Sumbangan ketiga, karangan cerita pendek sudah menghiasi kesusastraan Indonesia. Misalnya, karya Sunan H. S yang berjudul “ Kawan Bergelut”.
- Sumbangan keempat, munculnya kritik dan esai-esai kebudayaan. Para penulis telah berani mengemukakan pendapatnya, bagaimana kebudayaan Indobesia di masa akan dating. Bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap tradisi dan pembaharuan di lain pihak.
- Sumbangan kelima, yang tidak kalah pentingnya munculnya kritik dan esei tentang kesusastraan Indonesia. Kritik muncul sesudah terbitnya nover “Belenggu”. Jadi hasil cipta sastra bukan lagi sekedar bahan bacaan, tetapi sastra sudah merupakan bagian dari kehidupan.
- Sumbangan yang tidak boleh kita lupakan, sastra dalam bentuk drama cukup banyak juga dihasilkan pengarang-pengarang muda. Tema-tema ceritanya diambil dari peristiwa sejarah kebesaran bangsa Indonesia pada masa lampau. Misalnya : Airlangga, Sandhyakalaning Majapahit dan ada juga temanya diambil dari persoalan-persoalan pada zaman Pujangga Baru.
KESIMULAN
1) Angkatan Pujangga Baru disebut juga angkatan ’33 atau ’30-an. Angkatan ini menginginkan perubahan dari budaya statis menuju budaya yang dinamis.2) Pujangga Baru merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pengarang yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, agama, kepercayaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mempunyai cita-cita yang sama, yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia. Dalam memajukan kebudayaan, khususnya sastra Indonesia para pengarang menerima pengaruh secara eksternal seperti terlihat dari karya-karya Sutan Takdir Alisyahbana, J.E. Ta Tengkeng ataupun Arjmin Pane.
3) Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri struktur estetik dan ciri ekstra estetik.
4) Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sanusi Pane yang bejudul “Manusia Baru”, pada karya Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul “ Layar Berkembang” dan lain-lainnya merupakan salah satu contoh Karakteristik Periode Angkatan Pujangga Baru.
5) Sumbangan Puisi Periode Pujangga Baru dalam Perkembangan Sastra Indonesia terpenting adalah penyair-penyair Pujangga Baru telah mengadakan pembaharuan di bidang puisi, baik dalam bentuk maupun isinya.
Dekimikianlah artikel terkait Sajarah, Ciri, Karakteristik, dan Sumbangannya pada Perkembangan Sastra Indonesia dalam Sastra Puisi Periode Pujangga Baru, yang dapat disimpulkan hanyacoretankami.blogspot.com!
Post a Comment for "Puisi Periode Pujangga Baru: Sajarah, Ciri, Karakteristik, dan Sumbangannya dalam Perkembangan Sastra Indonesia "