HARI SANTRI NASIONAL

https://hanyacoretankami.blogspot.com/

Tahukah kamu apa itu hari santri nasional? Hari Santri Nasional merupakan hari lahirnya resolusi Jihad oleh KH Hasyim As'ari kepada Santri dan Pesantren yang kemudia diperingati di Indonesia setiap tahunnya pada tanggal 22 Oktober. Hari Santri pada awalnya bertujuan untuk mengingat dan meneladani semangat jihad para santri merebut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang digelorakan para ulama. Pertama kali ditetapkan melalui keppres nomor 22 pada tahun 2015. Keppres ini adalah Presiden Jokowi pada 15 Oktober 2015.


Tanggal 22 Oktober sebenarnya bertepatan dengan fatwa yang disampaikan Pahlawan Nasional KH Haysim Asy'ari. Pada 22 Oktober 1945 lalu, KH Hasyim Asy'ari memimpin perumusan fatwa 'Resolusi Jihad' di kalangan kiai pesantren.


Dilansir dari nu.or.id, Hari ini 77 tahun silam, tepatnya tanggal 22 Oktober 1945, Pada tanggal 22 Oktober 1945, terjadi peristiwa penting yang merupakan rangkaian sejarah perjuangan Bangsa Indonesia melawan kolonialisme. Dikatakan penting, karena hari ini, 77 tahun silam, PBNU yang mengundang konsul-konsul NU di seluruh Jawa dan Madura yang hadir pada tanggal 21 Oktober 1945 di kantor PB ANO (Ansor Nahdlatul Oelama) di Jl. Bubutan VI/2 Surabaya, berdasar amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya yang disampaikan Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari, dalam rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah, menetapkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad Fii Sabilillah”, yang isinya sebagai berikut:

Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)…



Dalam tempo singkat, Surabaya guncang oleh kabar seruan jihad dari PBNU ini. Dari masjid ke masjid dan dari musholla ke musholla tersiar seruan jihad yang dengan sukacita disambut penduduk Surabaya yang sepanjang bulan September sampai Oktober telah meraih kemenangan dalam pertempuran melawan sisa-sisa tentara Jepang yang menolak tunduk kepada arek-arek Surabaya.


Demikianlah, sejak dimaklumkan tanggal 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad membakar semangat seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur terutama di Surabaya, sehingga dengan tegas mereka berani menolak kehadiran Sekutu yang sudah mendapat ijin dari pemerintah pusat di Jakarta.


Sesungguhnya, saat Resolusi Jihad dikumandangkan oleh PBNU, Perang Dunia II sudah selesai karena Jepang sudah takluk sejak 15 Agustus 1945. Kedatangan balatentara Inggris ke Jakarta, Semarang, Surabaya adalah dalam rangka penyelesaian masalah interniran dan tawanan perang Jepang, yang di dalam prosesnya ditandai oleh maraknya isu kembalinya pemerintah Kolonial Belanda ke Indonesia dengan membonceng balatentara Inggris.


Sementara pada pekan kedua Oktober 1945, Presiden Soekarno mengirim utusan khusus ke Pesantren Tebuireng, menemui KH Hasyim Asy’ari, untuk meminta petunjuk dan arahan guna memecahkan kegundahan hati presiden. Pasalnya, sampai bulan Oktober ini, belum ada satu pun Negara di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia dan mengakui Negara Indonesia, akibat usaha-usaha pemerintah Belanda yang menyebarkan berita provokatif ke seluruh dunia bahwa Republik Indonesia yang dipimpin Soekarno dan Hatta, adalah Negara boneka bikinan Fasisme Jepang.


Bagaimana meyakinkan dunia bahwa Republik Indonesia bukan negara boneka bikinan Fasisme Jepang, melainkan Negara Kebangsaan (Nation State) yang didukung rakyat seluruhnya.


Seruan Resolusi jihad yang dikumandangkan PBNU dalam keadaan perang sudah berakhir lebih sebulan silam, dinilai sebagian elit pemimpin Negara di Jakarta sebagai mengada-ada. Bahkan sehari sesudah Resolusi Jihad diserukan, sepanjang hari sejak pagi tanggal 24 Oktober 1945, Bung Tomo melalui pidatonya menyampaikan pesan kepada arek-arek Surabaya agar jangan gampang berkompromi dengan Sekutu yang akan mendarat di Surabaya. Sebagai wartawan Bung Tomo sudah mendapat informasi bahwa pasukan Sekutu akan mendarat di Surabaya tanggal 25 Oktober 1945, sehingga tanggal 24 Oktober 1945 pagi, Bung Tomo sudah berpidato mengobarkan semangat rakyat Suranaya, dengan isi pidato sebagai berikut:


Kita ekstrimis dan rakyat, sekarang tidak percaya lagi pada ucapan-ucapan manis. Kita tidak percaya setiap gerakan (yang mereka lakukan) selama kemerdekaan Republik tetap tidak diakui! Kita akan menembak, kita akan mengalirkan darah siapa pun yang merintangi jalan kita! Kalau kita tidak diberi Kemerdekaan sepenuhnya, kita akan menghancurkan gedung-gedung dan pabrik-pabrik imperialis dengan granat tangan dan dinamit yang kita miliki, dan kita akan memberikan tanda revolusi, merobek usus setiap makhluk hidup yang berusaha menjajah kita kembali!



Ribuan rakyat yang kelaparan, telanjang, dan dihina oleh kolonialis, akan menjalankan revolusi ini. Kita kaum ekstrimis, kita yang memberontak dengan penuh semangat revolusi, bersama dengan rakyat Indonesia, yang pernah ditindas oleh penjajahan, lebih senang melihat Indonesia banjir darah dan tenggelam ke dasar samudera daripada dijajah sekali lagi! Tuhan akan melindungi kita! Merdeka! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!



Suasana panas yang membakar semangat penduduk Kota Surabaya akibat pengaruh Resolusi Jihad dan pidato yang disampaikan Bung Tomo, makin memuncak sewaktu kapal perang Inggris HMS Wavenley menurunkan pasukan di dermaga Modderlust Surabaya pada 25 Oktober 1945. Karena tokoh-tokoh Surabaya menolak penurunan pasukan Inggris ke Surabaya, maka pihak Inggris mengirim Captain Mac Donald dan Pembantu Letnan Gordon Smith untuk menemui Gubernur. Bersandarnya HMS Wavenley sendiri pada dasarnya merupakan hasil perundingan yang sulit, karena sehari sebelumnya, tanggal 24 Oktober 1945, sewaktu diadakan perundingan di Modderlust antara utusan Sekutu yang diwakili Colonel Carwood dan pihak TKRL yang diwakili Oemar Said, J.Soelamet, Hermawan, dan Nizam Zachman terjadi jalan buntu. Semua permintaan Sekutu ditolak.


Pidato Bung Tomo dan jalan buntu perundingan sekutu dengan TKRL masih ditambah dengan pidato Drg Moestopo pada malam hari jam 20.00, yang menyatakan diri sebagai Menhan RI yang tegas-tegas menolak Sekutu untuk mendaratkan pasukan dan bahkan menyebut Sekutu sebagai NICA. Sekutu yang dari laporan intelijennya mengetahui bahwa Drg Moestopo adalah seorang dokter gigi yang aktif sebagai perwira PETA, membalas pidato lewat pemancar radio dari kapal yang isinya,”We don’t take any order from anybody, we don’t have the command of a dental surgeon!” Jawaban Inggris yang bernada humor itu, menunjuk bahwa pihak Inggris tidak sedikit pun memiliki bayangan bahwa mereka akan menghadapi pertempuran di Surabaya.


Bahkan pidato Bung Tomo, ketegasan TKRL menolak permintaan Sekutu untuk mendaratkan pasukan, tindakan Drg Moestopo yang juga melarang Sekutu mendaratkan pasukan, dianggap aneh oleh hampir seluruh pemimpin di Jakarta, sebab tindakan itu dinilai tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat di Jakarta dan potensial menyulut konflik berdarah baru. Itu sebabnya pemerintah mengirim Mr Soedarpo, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono untuk memberitahu Drg Moestopo agar bersedia membiarkan Sekutu menjalankan tugasnya. Namun Drg Moestopo tidak sedikit pun mengikuti petunjuk dari para pejabat tinggi Negara itu. Sikap tegas Drg Moestopo baru melunak setelah pagi hari tanggal 25 Oktober 1945 ia ditelpon langsung oleh Presiden Soekarno dan diperintah agar tidak menembak Sekutu. Presiden Soekarno mengingatkan bahwa sebagai perwira mantan didikan PETA, Drg Moestopo harus patuh kepada presidennya.


Tanggal 25 Oktober 1945 itulah HMS Wavenley bersandar di dermaga Modderlust dan mengirim Captain Mac Donald dan Pembantu Letnan Gordon Smith untuk menemui Gubernur. Dengan siasat mengundang jamuan minum teh sambil berunding, Sekutu memanfaatkan kunjungan gubernur untuk melihat tawanan di Kalisosok dengan mendaratkan pasukan secara besar-besaran. Tindakan ini mengudang reaksi keras penduduk. Lalu diadakan perundingan antara Drg Moestopo dengan Kolonel Pugh. Hasilnya, pasukan Sekutu berhenti pada garis batas 800 meter dari pantai ke arah kota. Sekali pun pasukan sekutu berada di garis batas 800 meter dari pantai ke arah kota, namun pasukan yang diturunkan dari kapal jumlahnya sekitar 2800 personil dari Brigade ke-349 Mahratta yang dilengkapi dengan persenjataan perang modern.


Tindakan para pemimpin dan rakyat Jawa Timur untuk tegas menolak pendaratan pasukan Sekutu yang menjalankan tugas mengurusi interniran dan tawanan perang Jepang yang terlihat dari pidato Bung Tomo, Pidato Drg Moestopo dan sikap TKRL yang mengejutkan para pemimpin di Jakarta dalam kaitan dengan Resolusi Jihad yang dikumandangkan PBNU, tidak banyak diungkap dalam kajian sejarah modern di sekolah. Namun dengan memahami situasi dan kondisi waktu itu berdasar kesaksian para pelaku sejarah – yang saat ini sudah banyak yang meninggal dunia – tidak bisa ditafsirkan lain kecuali akibat momentum sejarah yang terjadi saat itu yang mempengaruhi cara pandang dan keberhasilan pengobaran semangat rakyat dan pemimpin-pemimpin Jawa Timur oleh usaha sistematis untuk memicu pecahnya konflik besar. Dan momentum sejarah itu, tidak lain dan tidak bukan adalah dimaklumkannya Resolusi Jihad oleh PBNU tanggal 22 Oktober 1945.


hanyacoretankami.blogspot.com mengucapkan Selamat Hari Santri Nasional


Dengan artikel kami diatas, semoga kamu sudah mengerti apa itu hari Santri baik secara fakta sejarah informasi lainnya, terkait hari Santri Nasional,

Post a Comment for "HARI SANTRI NASIONAL"